REVIEW BUKU : LEDHEK DARI BLORA

Ini pertama kali aku belajar mereview buku. So, aku mohon dukungannya dengan memberikan kritik dan saran supaya nantinya caraku ngereview buku bisa lebih baik dan menarik.

Buku ini aku baca di awal Januari 2022 sebagai bacaan awal Book Challenge dari komunitas Buku dibawah naungan Backpacker Jakarta, Klub KUBBU – Komunitas Blogger dan Buku. Pernah ada teman yang bilang kalau saya ini punya sentimen ke-Blora-an. Ada benarnya juga mungkin. Salah satu buktinya ya lewat buku ini. Kenapa saya beli karena ada tulisan Blora-nya. Apalagi tema yang diangkat sepertinya “mBloro” banget. Berikut buku yang akan ku review:

Judul             : Ledhek Dari Blora

Penulis           : Budi Sardjono

Penerbit        : Araska Publisher

Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Februari 2018

Harga           : Rp. 54.500

ISBN           : 978-602-51471-0-4

Budi Sardjono adalah seorang penulis otodidak yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 6 September 1953. Beliau menulis karya-karya fiksi seperti cerpen, novelet, novel, naskah sandiwara, dll. Serta beberapa kali karyanya memenangkan sayembara di berbagai majalah seperti Femina, Kartini, Sarinah, dll. Salah satu novelnya, Sang Nyai, pernah memperoleh Penghargaan Sastra dari Balai Bahasa D.I. Yogyakarta.

Buku ini mengisahkan seorang mantan wartawan, Mas Sam, yang karena media cetak tempatnya bekerja tutup, maka atas saran teman baiknya beliau beralih profesi sebagai seorang Ghost Writer, dimana profesi ini dulunya dianggap sebagai pelacuran intelektual. Akhirnya Mas Sam memperoleh klien pertamanya menulis biografi seorang pengusaha misterius yang bernama Mas Don. Namun sebelum menulis biografi, Mas Don melalui asistennya meminta Mas Sam menyelidiki mantan Ledhek Tayub Blora yang bernama Sriyati sehingga mengharuskannya berkunjung ke Kabupaten Blora.

Dalam perjalannya menuju Blora, Mas Sam mendapat SMS dari Trisna, orang yang pertama kali menawari untuk menjadi Ghost Writer, agar sebelum ke Blora, Mas Sam ke daerah Watu Dongkol – Grobogan dulu. Di Watu Dongkol, Mas Sam ketemu dengan Mbah Mantan, seorang mantan benggol maling kayu jati, mantan germo yang merintis pelacuran liar, seorang dukun ledhek yang dipercaya ampuh membuat Ledhek yang beliau tangani moncer dengan beragam ritual yang dianggap mistis. Namun disisi lain, disaat banyak orang takut dengan kekuatan militer saat itu, Mbah Mantan berani dan bernyali untuk melindungi para Ledhek dari kejaran tentara. Dan saat ini Mbah Mantan tersebut adalah Lurah Watu Dongkol yang bernama asli Waluyojati .

Disinilah jejak Sriyati mulai terbuka celah tabirnya. Sriyati adalah Ledhek paling terkenal di zamannya yang berasal dari Jepon (salah satu kecamatan di daerah Blora). Namun karena huru hara politik, dunia Tayub jadi redup. Pentas dilarang, Ledhek dan pengrawitnya masuk penjara. Ada yang dikirim ke penjara di daerah Semarang, ada yang di daerah Plantungan, Kendal. Selama di rumah MBah Mantan, Mas Sam sempat menikmati pentas tayup yang diadakan malam hari. Pentas itu untuk membuka aura tiga orang perempuan yang berkeinginan menjadi Ledhek. Mas Sam sempat menayup bersama mereka dan beberapa laki-laki lain dan sudah barang tentu mereka memberi saweran kepada Ledhek mana yang dikehendaki.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, dengan sedikit celah pengalaman Mbah Mantan, Mas Sam pergi ke Kecamatan Randublatung – Blora, menemui seorang mantan Sersan Mayor yang saat huru hara dinilai mengetahui informasi tentang Sriyati. Namun nahas, setelah kedatangannya ke rumah Serma Purnawirawan itu ditolak, pulangnya dia dipepet beberapa orang yang membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Bahkan setelahnya kejadian serupa terulang lagi. Usut punya usut ternyata identitas wartawannyalah yang membuat dia dicurigai oleh sekelompok orang sedang melakukan penyelidikan tentang mafia minyak. Hal yang sensitif di Blora ini memang tentang pencurian kayu jati dan pencurian minyak mentah. Jadi jangan pernah sekali-kali berani melakukan investigasi soal keduanya. Nyawa jadi taruhannya.

Mas Sam dirawat di salah satu Rumah Sakit di Blora. Seorang perawat yang bernama Nirmala menjadi dekat dengannya saat ia dirawat di Rumah Sakit tersebut. Sampai pada akhirnya Nirmala mengajak Mas Sam ke rumahnya di daerah Jepon dan bertemu dengan neneknya, Eyang Ratmi. Setelah cerita kesana kemari dengan Eyang Ratmi mengenai tujuan Mas Sam datang ke Blora, maka ketemulah titik terang berikutnya. Mas sam menanyakan tentang ledhek-ledhek Blora yang terkenal jaman dulu, terutama Sriyati. Ternyata Eyang Ratmi merupakan mantan ledek juga dan pernah ketemu Sriyati saat sama-sama mendekam di penjara wanita di Plantungan, Kendal. Berangkatlah Mas Sam ke Plantungan menyusuri jejak Sriyati. Beberapa info ia dapatkan dari tetua di daerah sana. Termasuk nama orang yang pernah ia datangi di Randublatung dulu, Sersan Mayor Darpo Yatno, yang saat itu pangkatnya masih Kopral.

Setelah melalui banyak hal, akankah Mas Sam mampu menyelesaikan tugas pertamanya sebagai Ghost Writer?

Siapakah Nirmala dan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Mas Sam?  

Apa hubungan antara Mas Don dengan sang legenda Ledhek Tayub tersebut?

********************************************************************************

Blora secara umum, profesi seorang Ledhek Tayub dianggap pekerjaan yang melukai harkat martabat seorang wanita. Seperti yang kita tahu, seorang Ledhek yang menari dalam sebuah pertunjukan Seni Tayub sering menerima perlakuan yang tidak senonoh dari para lelaki.

Aku merasa, buku ini pas banget menggambarkan kondisi Blora dan sekitarnya, yang “katanya” kaya akan minyak dan kualitas kayu jati yang bagus, tapi sebagian besar rakyatnya tetap hidup dibawah garis kemiskinan. Selain itu dari buku ini kita tahu dibalik image Ledhek yang negative, ternyata terdapat liku kehidupan setiap penari yang nggak pernah kita tahu pedih perihnya seperti apa.

Alur ceritanya maju mundur cantik sehingga cerita terangkai apik dengan klimaks yang aku yakini diawal separoh bener, tapi ada bagian yang membuat sedih dan ada yang bikin hepi. Sampai aku nyari-nyari dan mengira-ngira mereka tinggal dibelahan mananya Blora. Cerita yang sungguh membuatku terhanyut adalah pas di Watu Dongkol dan Randublatung yang membahas soal jati dan minyak mentah. Rasanya pembahasan ini perlu diperpanjang. Pengen banget bisa tau lebih gamblang soal kedua topik ini dari sisi seorang blandong dan mafia minyak.

Aku menyukai kalimat terakhir dalam novel ini. Bagiku sungguh begitu adem hatiku merasakannya. Di musim hujan hutan jati akan bersemi.

Sekian sedikit ulasan yang bisa saya sampaikan. Sepertinya banyak banget spoilernya yah. Tapi gpp lah, namanya juga lagi belajar nulis.

Jakarta, 21 Februari 2022

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *